Monday 22 February 2016

Uang Partai Golkar

Rekonsiliasi Partai Golkar berjalan mulus. Hasil Munas Riau diperpanjang. Kini partai ini sedang menjaring caketum. Belasan kader muda ancang-ancang maju. Itu karena para senior janji 'pensiun'. Bebas politik uang? Muskil itu.

Sosok Partai Golkar mulai benderang. Keputusan Menkum HAM memperpanjang hasil Munas Riau adalah penerang. Kebijakan ini mampu mengurai benang kusut partai yang sempat terbelah menjadi dua ini. Berkat keputusan itu 'Golkar Ancol' pun 'Golkar Bali' tinggal kenangan. Itu hanya sebatas mimpi di siang bolong.

Penyatuan kembali tidaklah mudah. Dalam rentang waktu yang panjang di 'masa konflik' itu pemecatan dan saling lompat pagar tidak terhindari. Kawan menjadi lawan dan sebaliknya memberi ganjalan. Dan mengumpulkan 'balung kependem' (ketercerai-beraian) memang membutuhkan energi ekstra.

Di tengah persoalan yang belum selasai itu, di depan, partai ini harus melakukan Munas. Ini sebagai panjer (tiang) supaya partai ini tidak ribut antar faksi lagi. Dan punya pakem  (pijakan) agar garis komando berjalan sesuai aturan. Kalau Partai Golkar itu kapal, dia sudah punya nakhoda.

Memilih nakhoda ini yang sekarang diributkan. Belasan kader bersiap diri untuk maju. Dari yang terkenal sampai yang belum dikenal. Dari yang belum tercemar hingga yang sudah jelas-jelas mengantongi polutan. Semua ramai melempar gosip. Melihat panggung dan mencari panggung. Siapa tahu ada respons positif baginya untuk terjaring sebagai caketum.

Memang ada kriteria untuk menjaring caketum itu, yang disebut PDLT, prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela. Tapi di partai yang dedel-duwel ini, partai yang habis terkena prahara, kriteria itu menjadi tidak jelas. Kalau itu diperjelas, maka kriteria ini hanyalah akal-akalan saja.

Di Partai Golkar, realitasnya bukanlah PDLT itu yang utama. Yang pertama justru di luar itu, yaitu logistik. Logistik ini sangat menentukan siapa yang bakal menang dalam laga Ketum Golkar. Jumlah logistik semula wajar, dan jumlahnya menjadi 'wah' tatkala 'para pengusaha' memasuki ranah Partai Golkar.

Dalam Munas Bali (2004) 'wah' itu pertama terjadi. Setelah itu terus bergulir dan seakan menjadi tradisi. Jangan lagi tanpa logistik, punya logistik pas-pasan saja jangan berharap bisa tampil sebagai Ketum Partai Beringin ini. Beringin, seperti kepercayaan Jawa, adalah pohon yang dijaga Mbaurekso. Sang Mbaurekso itu selalu minta sesaji yang tidak cuma ratusan juta, tetapi miliaran rupiah.

Adakah Munas Riau yang sekarang kepengurusannya diperpanjang juga pakai money politic? Tentu. Tebaran uang itu mengalir dari semua kandidat. Ada yang Rp 200 juta, Rp 500 juta, ada pula yang Rp 1 Miliar. Itu per suara. Hitung saja berapa anggota partai ini yang punya suara.

Jadi tidak salah jika banyak yang bilang, Munas Partai Golkar itu bak hari raya Imlek dapat angpao. Angpao besar yang melahirkan Orang Kaya Baru (OKB) bagi orang daerah yang punya suara. Maka jangan heran jika pesawat yang dicarter Ical kala itu pulang ngglondang. Hanya ditumpangi beberapa gelintir orang. Semua sibuk belanja setelah pemilihan usai.

Sebentar lagi partai ini akan Munas. Para senior berjanji tidak maju lagi. Kader muda sudah berduyun-duyun menebar rumor bakal maju. Jumlahnya belasan.

KPK mewanti-wanti agar Munas 'bersih'. Wakil Ketua Umum Partai Golkar hasil Munas Riau, Agung Laksono  meminta KPK melakukan pengawasan langsung. Apakah dengan demikian Munas Partai Golkar nanti akan terbebas dari money politic? Amat sangat diragukan.

Partai Golkar amat piawai dalam soal urusan duit. Dan bagusnya, kader Golkar tidak bisa dibutakan matanya oleh duit untuk kebaikan partainya. Maka uang yang mengalir ke koceknya belum menjadi jaminan suaranya bakal diberikan pada yang memberi uang. Kader Gokar masih sangat rasional, kendati sedang berenang di kolam uang.

Dari pengalaman-pengalaman itu, maka belasan caketum yang mulai menyebar bisa diprediksi, bahwa Setya Novanto masih menjadi kandidat terkuat, disusul Akom (Ade Komarudin), dan diikuti Airlangga Hartarto. Ini kalau belum tampil kandidat yang lebih kuat lagi mendekati hari H.
 
Djoko Suud Sukahar
Detiknews, 22/02/2016
adalah pemerhati sosial budaya, tinggal di Jakarta.

0 comments: