Monday 22 February 2016

Siapa Bilang MKD tak Berhasil?


Share
Ist / Foto
Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) telah berhasil melaksanakan tugasnya. Memang tidak mengejutkan ketika Setya Novanto akhirnya “diadili” secara diam-diam oleh MKD, pekan lalu. Sehari sebelumnya, Mata Najwa melalui tajuknya “Sidang Rakyat: Mosi Tidak Percaya”, Minggu (6/12), mengundang tiga narasumber dari MKD, yakni Junimart Girsang, Ridwan Bae, dan Supratman Andi Agtas. 

Ada rasa optimisme saat itu karena disiarkan secara langsung. Ketiga anggota MKD ini menginginkan peradilan Setya Novanto dibuat secara terbuka karena yang pertama dan kedua sudah terbuka. Tetapi, kita menjadi saksi besoknya betapa Setya Novanto dimanjakan.

Apa itu salah? Tidak. Apa itu etis? Buat apa menanyakan etika kepada DPR? Memangnya mereka masih punya etika? Inilah kebodohan kita.Kalau mereka tak punya etika, buat apa kita susah-susah menyebut mereka dengan sebutan yang terhormat. Khusus di MKD, buat apa pula kita memanggil mereka dengan sebutan luar biasa: yang mulia? Apa arti ini semua?

Kita tahu, MKD adalah mahkamah kehormatan. Di sini etika diperbincangkan. Di sini, yang tak beretika akan ditegur, bahkan diberhentikan. Tujuan MKD jelas, yakni menjaga kehormatan anggotanya agar tetap terhormat. Dari tolok ukur mereka, jika MKD menilai tak ada pelanggaran etika, artinya mereka masih suci. Pengertian ini menyampaikan pesan bahwa selama ini DPR masih berada di jalur yang benar. Mereka masih terhormat.

Logika inilah yang menuntun saya pada kesimpulan bahwa kini sebagian besar pihak di MKD, juga di pihak lain, sudah memaksakan kehendak agar Novanto dinyatakan tak bersalah. Menyimpulkan dia bersalah itu ibarat bunuh diri, apalagi yang bersangkutan merupakan orang teragung di DPR. Jika orang teragung bersalah, artinya semua penghuni DPR adalah orang bersalah. Maka dari itu, DPR melalui MKD akan berupaya segesit mungkin menyelamatkan orang teragungnya.

Aromanya sudah terlihat. Kita tahu, Sudirman Said diperlakukan sebagai tersangka, padahal ia pengadu. Sudirman dicecar sedemikian geram. Saya yakin, andai peradilan ini tertutup, hal yang lebih keji akan diterima Sudirman. Secara buram kita tahu, ini agar Sudirman tidak menuduh Novanto bersalah. Menuduh Novanto bersalah artinya membuat lembaga terhormat ini tak terhormat. Di sini peran MKD menjaga “kehormatannya” harus diberi acungan jempol. 

Sebelumnya, aroma MKD akan berhasil juga sudah terlihat. Mereka dengan gigih membahas pengadu. Prosedur menjadi urusan utama dan substansi didangkalkan. Ini semua merupakan bagian dari upaya MKD menjaga “kehormatannya”. 

Namun yang tak bisa dibayangkan, jika rakyat biasa yang mengadukan dan bukan Sudirman, habislah dia. Belakangan, setelah Novanto diagung-agungkan dengan hormat melalui peradilan tertutup, MKD kembali akan mempermasalahkan keabsahan juga keaslian rekaman. Apa artinya ini semua kalau bukan bagian dari upaya DPR melalui MKD menjaga “kehormatannya”?

DPR adalah lembaga yang bermaterikan orang-orang terhormat. Prosedur mengatakannya demikian sehingga karena itu, DPR melalui MKD mengutamakan prosedur. MKD adalah yang mulia. Protokoler sepertinya mewajibkan kita menyebutnya demikian pula. Karena tujuan MKD adalah menjaga kehormatan dewan, timbullah pertanyaan: apa itu kehormatan?

Kehormatan Beragam 
Laksamana Sukardi pernah mengatakan, kehormatan itu beragam. Setiap orang memiliki nilai kehormatan yang subjektif dan objektif, bergantung karakter, prestasi, kontribusi, dan hubungan kekeluargaan. Dalam hubungan hierarki, seorang anak secara alami harus menghormati yang tua; bawahan menghormati atasan; mahasiswa menghormati dosen, dan lain-lain. Ini belum memandang siapa itu orang tua, siapa itu atasan, dan siapa itu dosen. Ini prosedural. 

Jadi, anggota DPR harus menghormati Ketua DPR tanpa melihat siapa itu ketua dan apa yang telah dilakukannya. Khusus kehormatan DPR, kita harus tahu apa itu MKD dan apa tujuannya. 

MKD merupakan seperangkat alat yang dibuat untuk menjaga kehormatan DPR. Mereka ini berasal dari DPR. Tujuannya adalah menjaga keutuhan kehormatan DPR. Sekali lagi, seperti di atas, entah itu melalui hal yang terhomat atau tak senonoh. Inilah yang sedang dilakukan sebagaian anggota DPR melalui MKD.  

Ketua DPR bisa jadi telah kehilangan kehormatan di hadapan rakyat, tetapi belum tentu bagi anggotanya (DPR). Justru, jika sepakat dengan masyarakat, mereka sepertinya akan merasa tak terhormat. Belum lagi kalau dilihat dan dispekulasikan, misalnya Ketua DPR telah memberi sejumlah bantuan kepada anggota. Sejumlah bantuan ini dengan sendirinya telah membuat posisi Ketua DPR menjadi yang terhormat di mata mereka sehingga mereka berkewajiban menjaga kehormatan itu.

Sekali lagi, inilah yang dilakukan DPR melalui MKD. Saya tak mengatakan mereka identik dengan mafia narkoba. Tetapi, apa dasar saya untuk tak mengatakan mereka tak identik? Bukankah yang tak beretika sedang dibela mati-matian demi kehormatan mereka? 

Sudahlah, bagi kita, barangkali MKD gagal. Tetapi di balik sana, mereka berpesta karena sejatinya mereka sudah berhasil. Sebentar lagi isu akan mereda dan mereka akan berpesta merayakan kehormatannya yang tak pecah. Salut untuk MKD!

Penulis adalah konsultan di Prosus Inten Medan; aktif di Pusat Latihan Opera Batak, Medan.

0 comments: